Niat & Ikhlas

Sejatinya, kita adalah manusia, tempatnya salah, suka berkeluh kesah.
Sejatinya kita adalah hamba yang senantiasa memperbaiki diri, di antara khilaf dan kesombongan hati.

Astagfirullah, Bismillah..

Hari ini, saya bersilaturahim ke rumah seseorang yang baru saya kenal.
Dan kami berdiskusi sedikit mengenai niat.

“Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya.
Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya,
maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dan barangsiapa yang hijrahnya karena urusan dunia yang ingin digapainya atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya tersebut”
(HR. al-Bukhāriy dan Muslim)

Niat adalah amalan hati. Dimana kita menghadirkan kesadaran diri bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan adalah bentuk ibadah kepada Allah yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Tempat dari niat itu di hati, dan untuk memperkuat niat kita, maka boleh saja kita mengucapkan niat tersebut dalam bentuk lisan. Seperti mengucap niat shaum, wudlu dan sholat.

Disebutkan bahwa, “Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, namun tidak mengamalkannya, Allah mencatat baginya satu pahala kebaikan sempurna.
Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, lalu mengamalkannya,
Allah mencatat pahala baginya 10 sampai 700 kali lipat banyaknya.
Dan jika seseorang meniatkan suatu keburukan namun dia tidak mengamalkanya Alloh mencatat baginya satu pahala kebaikan sempurna, dan jika dia meniatkan suatu keburukan lalu mengamalkanya Alloh mencatat baginya satu keburukan.”

(HR. Muslim no.1955)

Wow! bayangkan saja, berniat baik saja sudah dicatat sebagai sebuah kebaikan. Sedangkan niat buruk tidak dicatat sebagai sebuah amalan buruk jika tidak dilakukan.

Bahkan jika kita berniat buruk kemudian membatalkan niat buruk tersebut, maka hal tersebut menjadi sesuatu yang baik dan dicatat sebagai sebuah kebaikan. Dan jika kita mengamalkan sebuah niat baik, Allah akan mencatat pahala bagi kita sebanyak 10 sampai 700 kali lipat.

Subhanallah! betapa Maha Pemurah-nya Allah.

Kalau begitu, mari kita senantiasa memperbaharui niat di setiap aktivitas kita. Niatkan untuk bekerja, belajar dan aktivitas lainnya ikhlas, karena Allah SWT semata. Dengan begitu apa-apa yang kita kerjakan insya Allah tidak akan sia-sia dan tercatat sebagai sebuah amalan yang baik.

Siapa sih yang ingin memiliki catatan yang buruk?
🙂

 

Miracle

One night, I have this conversation with my friend’s boss. We weren’t accidentally talk, but off course there is an epilogue.

My friend show me a tricky question that her boss asked, it’s about,
“Do u ever feel like you want to have a miracle in your life?”.

She was silent, and Iasked for her permission, and she allowed me to give a respond to that question.

I answered, “Yes, I do”.

He said, “In life, sometime we want something so bad, and we wish for a miracle that the something we want so bad to be happen”.

“It’s also happen when we looking for our future husband/wife. We want the perfect one to come, we fulfill our heart with hope that miracle will happen. We wish, the God give us someone perfect in our life”, he continued.

I understand that the bigger our hope is, the chance of a disappointment will come hugely.

“We all want to have a miracle. Then why, why not we prepare ourselves to be a miracle? a miracle for our spouse”, he closed the conversation.

I took a while to think.

Be a miracle?
Hm, I want to be that one.

 

Today’s Quotte

Tentang menuntut ilmu:

“Barangsiapa menempuh suatu jalan yang padanya dia mencari ilmu,
maka Allah akan mudahkan dia
menempuh jalan dari jalan-jalan (menuju) jannah,
dan sesungguhnya para malaikat benar-benar akan
meletakkan sayap-sayapnya untuk penuntut ilmu,
dan sesungguhnya seorang penuntut ilmu akan dimintakan ampun untuknya oleh makhluk-makhluk Allah yang di langit dan yang di bumi,
sampai ikan yang ada di tengah lautan pun memintakan ampun untuknya.
Dan sesungguhnya keutamaan seorang yang berilmu atas seorang yang ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan pada malam purnama atas seluruh bintang, dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya maka sungguh dia telah mengambil bagian yang sangat banyak.”

(HR. Abu Dawud no.3641, At-Tirmidziy no.2683,
dan isnadnya hasan, lihat Jaami’ul Ushuul 8/6)

Korean Muslim

Beberapa hari yang lalu, ada event akbar yang diadakan oleh GAMAIS ITB berkolaborasi dengan FSLDK (kalau tidak salah). Nah, saya sempat datang sebentar dan mendapatkan informasi bahwa sedang terselenggara konfErensi internasional yang dihadiri oleh muslim yang berasal dari 8 Negara.

One of them is Korea.

Wow, saya menjadi sangat penasaran tentang muslim Korea tersebut, beliau adalah seorang muslimah. Namun sayangnya saya tidak bersua. Jadilah saya coba seaching tentang muslim Korea, dan saya mendapatkan dua artikel yang menarik.

Saya share disini, ya 🙂

“I became a Muslim because I felt Islam was more humanistic and peaceful than other religions. And if you can religiously connect with the locals, I think it could be a big help in carrying out our peace reconstruction mission”, said the Korean soldiers who converted to Islam ahead of their late July deployment to the Kurdish city of Irbil in northern Iraq.


Begitu isi pembuka source pertama yang saya click dari:
http://www.way-to-allah.com/en/journey/KoreanTroops.html

Tentara Korea yang convert to Islam tersebut mengatakan bahwa, menurutnya, Islam adalah agama yang paling humanis dan peaceful.

Subhanallah.

Ini adalah opini yang sangat positif.
Ya, jika kita take a look deeper to Al-Qur’an dan ajaran Islam. Di dalamnya bahkan ada tata cara berperang yang sampai tidak boleh merusak kondisi alam. Kemudian hal-hal humanis terlihat dari, seorang muslim sebisa mungkin harus berupaya untuk menyeimbangkan habluminallah dan habluminannas.

Hubungan straight to Allah harus berimbang dengan hubungan baik yang kita bangun dengan sesama manusia. Contohnya menjalin silaturahim, menampilkan perfoma yang terbaik ketika bertemu saudara kita.

Another interesting fact is from:

Muslim Korea

Artikel tersebut berisi paparan mengenai Direktur PT Samsung Elektronic Indonesia, Lee Kang Hyun. Lagi-lagi, beliau juga memilih Islam sebagai agamanya karena beliau melihat Islam adalah agama yang mengajarkan keramahan dan solidaritas kepada sesama.

It’s another wow!

Berdasarkan observasi simple-nya, beliau mengatakan,
“Mereka yang tekun dan disiplin shalat ternyata adalah karyawan yang bisa berprestasi,” ujarnya.

Plak!
Saya tertampar sudah. Ini adalah tentang etos kerja.

Subhanallah, saya merinding sekaligus bertambah semangat ketika membaca kedua fakta tersebut. Kalau di negara non-muslim saja, para mualaf ini bisa berjuang menemukan kebenaran dan berusaha menjadi muslim sejati, suppose to saya pribadi dan kita semua yang merupakan warga Indonesia dapat menempa diri lebih baik lagi.

What a light in a dusty day.

Bekerja Sebagai Penghapus Dosa

“Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan
dari upaya keterampilan kedua tangannya pada siang hari
maka pada malam itu ia diampuni.”

(HR. Ahmad)

 “Sesungguhnya di antara perbuatan dosa,
ada dosa yang tidak bisa terhapus (ditebus) oleh (pahala) shaum dan Shalat. Ditanyakan pada Beliau:
“Apakah yang dapat menghapuskannya, Ya Rasulullah ?”
Jawab Rasul SAW:
“Kesusahan (bekerja) dalam mencari nafkah penghidupan”

(HR. Abu Nu’aim)

 “Sesungguhnya di antara perbuatan dosa,
ada dosa yang tidak bisa terhapus (ditebus) oleh (pahala) shalat,
shadaqah (zakat), ataupun haji.
Namun hanya dapat ditebus dengan
kesusahan dalam mencari nafkah penghidupan.

(HR. Thabrani)

Because u said so

Yesterday I met some Korean, in an event Kick-off meeting The Enhancement of Cyber Security Capability of Indonesia.

And after having some discussion, I find out that the Contractor Office for this program is take a location in ITB.
A place where I spent my Bachelor Degree. Here goes an interesting conversation…

Mr. Yoon : so, u also ITB alumni?
Me: yes
Mr. Yoon : so, u going to be the next great woman in Indonesia?
Me: ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Me : *confuse* *speechless*
Me : 🙂 Insya Allah

Because u said so.
Okey Mr. Yoon, because u said so, I will be that great woman in Indonesia.
Thank you for giving me this spirit.

I’m going to chase my dream, and however, whatever, I’ll never quit, to be succeed.

Sebut saja ‘Puspa’

Hari itu, aku pulang kantor lebih awal. Begitu sampai kos, ada yang menyambut, “Mbake, wes mulih? Aku bikinin teh anget yah?”

Sebut saja Puspa (nama sebenarnya 😀 ), wajahnya manis, badannya tinggi semampai, ayu tenan khas Semarang (lho? emangnya oleh-oleh?).

“Hmmm, boleh”, jawabku heran.
Aku mendekatinya yang asik di dekat kompor, “Kamu lagi apa, Pus?”, selidikku penasaran.

“Aku lagi masak mba’e, tadi beli sayuran di supermarket, perutku gak penak mba’e, dari kemarin belum ma’em sayuran, jadi aku mau buat cah kangkung sekarang”, jelasnya.

Aku tercekik sebentar.
Kemudian dia mengeluarkan senjata-senjatanya dari Tupperware mungil.
Ada garam, merica, bawang putih, gula putih, pala. Hwow! Ruaarrr biasa!

Bau bawang putih yang disangrai pun menggoda hati dan lidah, ada yang aneh dengan dia, sebelum dimasukkan ke wajan, Puspa menekan-nekan bawang putih dengan pisau, dan memotongnya.

“Kok gitu, Pus caranya?”, tanyakku pura-pura bloon.

“Iya mbake, ini diajari tanteku lho, mamaku kan chinesse, jadi kalo di keluarga mama, kalo motong-motong bawang tuh kayak gini mbake, supaya lebih meresap bawangnya”, jelasnya lagi, dan aku ber-Oooo lebar.

Ya, semua tahu yang rajin bangun jam 5 dan menanak nasi cuma Puspa, dia tidak hanya gemar masak, namun juga bersih-bersih, dari mulai rajin mandi, sampai pakai lotion, membersih wajah, parfum, sering dia bilang, “Mbake wes adus rung? Wong wedho itu harus tangi subuh-subuh, adus opo mbarang, bersih-bersih, biar enteng jodoh“, selorohnya.

Dan, “kakinya udah dicuci belum? kalau pulang itu cuci kaki biar setan yang ketemu di jalan ilang”, begitu ujarnya. A very javanese believe.

Kalau weekend tiba, saat yang lain sibuk tidur dan bermain keluar kost, Puspa akan mencuci seprai, selimutnya, menelanjangi sarung bantal dan gulingnya, lalu menjemur. Dia juga akan mengumpulkan rambut-rambutnya yang berjatuhan di lantai, menyapu serta mengepel lantainya.

Tidak hanya itu, sepatu pun ia sikat, tidak lupa, setelah ruangan bersih, ia semprotkan pewangi ruangan agar kamarnya semerbak kemanggi.

Pernah  dia menyodorkan lap pel basah ke depan kamarku,
“Udah 3 bulan nggak di pel tho lantainya? Ntar daki-dakinya nempel di lantai, mbake”, katanya.

Dia pun prihatin dengan sepatu cream bladusku, “Dulu warnanya putih”, kataku nyengir.

“Beli semir putih, mbake, biar warnanya bagus lagi”, saran jitunya.

Dan sembari mengingat semua kegiatan yang dia lakukan, teh manis hangat pun sudah tersedia di tangaku.

“Diminum mbake, tapi masih panas, kalau mau teh-nya dingin, aku masukkin kulkas dulu. Trus kita makan sama-sama ya, aku udah masih ada nasi, dan tadi juga beli telor sama sosis, bisa kita goreng, yah mbake?”, tawarnya.

Aku tak sanggup menahan lagi dan nyeplos, “HAHAHAHA! beruntung banget yah, yang jadi suami kamu!”.