“Lo tau ngga sih? gyoza ini angetnya suam-suam ketek?”,
“Keteknya siapa?”,
“Ketek lu!”,
“Emang anget suam-suam ketek itu kaya gimana sih?”,
“Aiiiiiiii!”.
😀
Setiap siang, kalau saya boleh me-running program radio lagi. Akan ada slot untuk ngakak bareng deh di tiap lunch time. Ya! waktunya makan siang dan ngakak bareng bersama Muffin dan Ka Ika. Muffin nama kerennya a.k.a mak Fine (jauuuh) dan Ka Ika, partner in crime-nya mak Fine.
Tiap kali makan siang, kalau ada dua orang ini, dijamin siang hari yang panas bakal penuh dengan gelak tawa. Ada saja candaan yang membuat kami semua lupa akan omelan bos. Dari tetek bengek ga penting sampai omongan orang bisa jadi olahan yang bikin rahang pegal.
Namun ada yang beda dengan kemarin. Makan siang tergolong hikmat karena saya datang telat akibat sholat terlebih dahulu. Sementara muffin dan ka Ika sudah bersiap-siap ke Gedung E untuk ngedrop barang jualan (kerudung zalfa).
Ka Ika menjadi penyelamat ketegangan saya dengan, “Fin, beli waffle dulu yuk! tungguin aja si Ai bentar makan. Lagian ini jam berapa sih? masih lama waktu istirahat”.
Saya bener-bener berterimakasih atas muslihat manisnya mencegah muffin bete.
“Makan yang tenang ya dek Ai. Kunyah pakai gigi geraham. Jangan pakai gigi susu”, Ka Ika berpesan.
Daging ayam penyet super pedas itu tidak saya habiskan, pikiran bercabang. Serba tidak enak, saya bergegas menyusul kedua kaka senior saya ini ke lantai atas, tempat warung waffel yang ber-AC. Lalu kami jalan beriringan ke Gedung PAUDNI.
“Di, lo keluar dong! kita gak dibolehin ke dalem nih sama resepsionisnya. Ada tulisan pedagang dilarang masuk di depan pintu”, tambahnya.
Padahal sama sekali tidak ada larangan tersebut.
Mbak yang dipanggil Di ini akhirnya keluar dan menjemput kami semua ke dalam.
Di dalam, saya yang sedari tadi membawa buntelan berisi 36 warna kerudung zalfa pun langsung menggelar itu dagangan di meja Mbak Di, yang saya dengar meski seangkatan tapi mbak Di ini bendahara atau kepala seksi di Paudni.
“Lo tau gak fin? si Di ini, kalau kita kan lipatan tubuhnya berisi lemak. Kalau dia setiap lekukan itu duit. Makannya badannya benjol-benjol keluar gitu”, kelakar ka Ika.
Sudah jelas kan, bahwa penjual Zalfa ini saya dan Muffin, namun kali ini, di gedung yang baru saya pijaki ini, karena saya masih awam terhadap orang-orang disini saya berperan sebagai, “Dia poinnya masih di bawah saya. Jadi dia yang bawa-bawa barang. Sebetulnya juragannya Ika”, saya manut saja apa kata Muffin.
Saya menggeser kursi di belakang tempat duduk mbak Di dan duduk diam sambil memperhatikan ka Ika berceloteh tentang kerudung yang dijual.
“Di, itu kan tas lo warnanya peach. Lo harus punya kerudung warna peach biar matching sama tas-nya”, ucap ka Ika.
“Mbak, ini kan bajunya warna ungu, nah! ini udah pas kerudungnya warna ungu”, ka Ika mendekati seorang pegawai.
“Tapi saya belum berkerudung mbak, ini pakai baju pendek juga “, jawab wanita yang ditawari tersebut.
“Fin! kemarin manset kita udah jadi belom? tolong kasih liat sama ibu ini”, ucap ka Ika sotoy.
Padahal kami sama sekali belum memproduksi manset.
“Ai, gimana sih ini jualan malah dagangannya di breg-in disini aja?dibukain dong satu-satu diperlihatkan warna-warna biar mbak-nya tau ada warna apa aja”, ka Ika berlagak jadi juragan.
“Mbak yang disana kenapa gak beli? gak suka sama kerudung kita?”, ka Ika berani menegur salah seorang Ibu yang anteng dengan komputernya.
“Ini Ibu-ibu beli kagak tapi komentarnya banyak. Ambil satu!”, ujar ka Ika sok galak.
“Kamu Di, dari tadi bulak balik milih tapi ga nambah-nambah, cuma beli 6? ini nih, warna biru laut itu warna wajib loh Di. Orang tuh harus punya warna ini. Bakal kepakai ini”, ka Ika bermanis-manis mulut.
“Tau gak? kalian itu kalau beli jilbab itu sekalian investasi. Ini warna polos tuh gak pernah mati. Kalau belum berjilbab, beli aja dulu nanti beli bajunya”, ka Ika berusaha untuk menyakinkan calon pembelinya lagi.
“Jadi lo cuma beli 6 biji, Di? okey. setiap pembelian setengah lusin kita ada do’anya. Ayo Ai pimpin doa”, kata ka Ika. Aku bingung.
“Kalau lo beli selusin nanti Ai nyanyi, suara bagus lho, dia penyanyi di kantor. Kalau lo beli dua lusin, nanti Muffin joget doger monyet”, sontak semua tertawa mendengar penawaran dari ka Ika 🙂
Saya sangat senang sekali dan takjub melihat kelihaian ka Ika yang cas cis cus dalam approaching pelanggan 🙂 harus belajar banyak nih dari beliau. Akhirnya, dengan usaha saya senyum-senyum kecut di belakang layar dan Muffin yang membantu menjawab pertanyaan Ibu-ibu akhirnya terjualah 10 kerudung Zalfa. Alhamdulillah.
What a great day with ka Ika and Muffin. Here are this duo gokil: