The Stronger Taste

Friendship is treasure.
Having friend who love you, understand you and stay beside you listening to all your mouthy stories is diamond, pearl, any jewel you want.

🙂

And yes! I have a new hobby which is cooking but from what I learn, not all tongue taste the same. Sometime I think it’s perfect but others say it’s too salty, spicy or sweet.

But what make me happy the most is, when I cook, there are people who eat that, hehehe. Thank you for those people who already tasted what I cook, I appreciate even though maybe it is not that good :p

So, this is the stronger taste, mau?
Haha..

Gulai Rasa Kari

Setelah ber-eksperimen dengan Kangkung Cah Ayu, hari ini, dalam rangka ber-lebaran haji or also known as Idul Adha, dimana setiap rumah akan kebagian daging qurban berupa daging Moo (sapi), Mbee (kambing/domba), kalau daging onta kurang lazim di Indonesia, di Jazirah Arab mungkin saat ini orang-orang disana sedang bersantap daging onta (gimana ya rasanya?) 😀

Okey, berbekal resep-resep yang saya search di internet dan bertanya-tanya pada kawan-kawan yang sudah fasih masak, saya pun menyiapkan:
1. Bawang merah
2. Bawang putih
3. Jahe
4. Lengkuas/laos
5. Serai
6. Daun salam
7. Kemiri
9. Merica bubuk
10. Garam
11. Gula
12. Kunyit
13. Cabai
14. Santan
15. Tentunya daging sapi

Kenapa saya memilih daging sapi instead of yang lainnya? karena sesungguhnya saya kurang bisa menelan daging, kecuali daging yang sangat lunak. Dont know why ya, dari kecil soalnya.

Daging sapi yang sudah dibersihkan, terlebih dahulu dikulub/digodok/direbus sampai dagingnya agak empuk. Lalu tiriskan dan potong kecil-kecil.

Semua bumbu tadi bisa diulek/diblender. Saya memilih diulek. Kenapa? hemat listrik, takut blendernya rusak dan bikin berisik, maklum di rumah suka suasana tenang. Meskipun proses mengulek membuat air mata saya mengalir akibat peures-nya pesona bawang merah, dan memakan waktu yang cukup lama untuk menghaluskan semua bumbu, namun dengan semangat sumpah pemuda (today, 28th Oct) saya rendos itu semua!

Walhasil, bumbu pun siap dimasukkan ke campuran air dan santan yang sudah mendidih di panci.

Eeh tapi! ko kuahnya ga berubah jadi kemerahan sih? ko kuning? mulai puter otak. Icip-icip ko rasanya agak melenceng ya dari apa yang saya idamkan? 😀

“Ini mah rasa kari”, komentar ibu saya.
“Tapi gak apa-apa, ayah kamu kan kolestrolnya tinggi, jadi jangan gurih-gurih ntar tensinya naik lagi”, ucap beliau.

“Udah, hidangkan aja Ndar. Bapak suka wanginya. Ntar habis solat dzuhur Bapak mau makan”, kata Bapak saya.

Wokey, setelah daging melunak, dan bumbu mulai meresap, saya pun menuangkan Gulai rasa kari tersebut ke mangkok besar, tak lupa ditaburi dengan bawang goreng.

Karena so much hungry, saya pun mengambil sepiring nasi dan mengguyurkan gulai rasa kari tersebut ke piring saya. Dan mulai melahapnya. Wow! it taste really delicious for me! 😀 tumben, biasanya saya ga kuat makan daging, tapi kali ini sepiring tak bersisa. Ayah saya bahkan pengen nambah lagi, tapi Ibu saya mencegah beliau, “Nanti darah tingginya jadi lagi!”, omelnya.

So, mari bersantap Gulai rasa kari!
or should I say Gulai Rasa Cinta?
hahaha…

The dish!

Do you remember all the city lights on the water?
You saw me start to believe for the first time
You made a rebel of a careless man’s careful daughter
You are the best thing that’s ever been mine
Mine: Taylor Swift

Well hay-lo! it’s been a while since I posted my latest story which is on Tuesday if I’m not mistaken. And as my head sleepover for a day yesterday, I began to re-connect with myself again of what’s been going on.

Don’t get it?
Move to the next paragraph, please! 😀

“No matter how much I drink, I still feel trusty”, -me.

Since morning I have a coughing up phlegm that caused a huge pain in my throat, and also cold. Nothing else I can do rather than just lay on my bed, sleeping. At around 4 pm I woke up, and feel starving.

A combination of bored and starving has lead me to recharge my appetite to cook something good and cool. And I did cook!

The first dish.

I’ll name it Kangkung Cah Ayu, instead of Kangkung Cah Ayam (haha).
It taste pretty good. Just make sure I don’t poisoned myself 🙂

The second dish.



It’s simply a soup.
I created it however, with only chicken meat and sausage,  I have to make a good fine dining for myself in order to get myself get better from the illness.

So, conclusion:
I proud of myself, however!
😀

Ne sois pas si égoïste

I want to say, “Ne donne pas merde en ma face“,
but that would be rude, so I’ll say, “Ne sois pas si égoïste“.

I think that everybody have to see the big picture of all the things that happen.
We cannot really trust words, or act, even feeling when decide to do something.

We cannot put our selfish-ness beyond what we want. It won’t be fair.
For ourselves and for other.

And, I’m blackout..

Hola, mademoiselle!

Hai cantik.
Kalau pun kamu tidak merasa ya sudahlah.
Terimakasih ya, selalu mendengarkan malam-malamku yang penuh cerita.

There were a moment where,
ketika kamu lesu, aku jadi bingung dengan diriku sendiri.
Kamu kenapa? aku harus  bagaimana?

Hai cantik.
Teruslah bersinar.
Bagiku kamu inspirasi.
Melihat dan mendengarmu bernyanyi saja sudah membuatku bahagia.

Entahlah,
kata orang kita tidak boleh menggantungkan kebahagiaan pada orang lain.
Oleh karena itu, aku mengagumimu yang sangat mandiri.

Ingin rasanya menjadi gadis sepertimu.
Yang selalu ceria, tahu mau apa, bisa menghibur diri.
Tidak takut hidup sendiri.

Suatu saat akan kutemukan formulaku sendiri.
Dimana aku bisa menjadi cahaya itu.
Dan merasa cukup dengan diriku.

Terimakasih, cantik 🙂

 

Congrats, Belle!

rasanya baru kemarin kita bercerita tentang korban PHP dan menertawakan semua twit yang dikeluarkan oleh @tweetnikah dan tiba-tiba hari ini dapat kabar yang cukup mengagetkan. Sudah tau dan sadar sih, tapi nggak menyangka juga bahwa akan jadi berita publik, bahwa..

my partner in crime, just engaged! Subhanallah

ketika teman-teman di kantor heboh dengan “cie.. cie.. dunia milik berdua, yang lain ngontrak”, saya hanya tersenyum mendukungnya. saya tahu pahit getirnya dan pengorbanannya. yang paling saya kagumi adalah kesabarannya dan penerimaannya terhadap calon pasangan hidupnya

well, pilihan hati dan keluarganya bukanlah seseorang yang punya reputasi cukup baik, cenderung public enemy malah, karena banyak orang tahu gelagatnya yang playboy abis

Tapi, dia tidak begitu memperdulikan apa kata orang. dan, “dia jugabisa menerima aku apa adanya”, begitu ungkapnya

salut
salut banget deh

so, congratulation la belle @ikekencansari,
you are so pretty in blue aqua @zalfascarf 🙂

What do they say about me?

What do they say about me?

“Jangan kaya gitu, nanti kita diomongin orang lagi”, begitu saya dengar ungkapan seseorang di suatu siang.

Kita takut melakukan sesuatu, karena takut diomongin orang. Sementara orang lain juga takut diomongin oleh kita. Bisa jadi semua orang terlalu sibuk mengkhawatirkan dirinya diomongin orang lain, sehingga sebenernya tidak ada yang benar-benar membicarakan tentang diri kita.

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
karena sebagian dari prasangka itu dosa.

Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah sebagian kalian menggunjingkan (ghibah) sebagian yang lain.

Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.

Dan bertawakalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

[QS. Al-Hujuraat : 12]

Plasmodi(you)m

Gombal dan kejujuran itu bedanya tipis, setipis membran plasmodium“,
-G.

Plasmodium katamu?
mungkin saya pernah mempelajarinya semasa SMA,
tapi kalau sekarang sih agak males mikir. Hehe.

Sepertinya, the only thing I’m good at is just singing.
Kemampuan saya mengingat sesuatu atau memanfaatkan otak saya semaksimal mungkin untuk berkutat dengan angka-angka dan rumus tampaknya akan berakhir dengan muntah-muntah angin.

Bukan.
Bukan saya belum cerdas, tapi saya memilih untuk mementingkan bidang yang saya minati. Orang yang jago main musik tapi geometrinya hancur bukan berarti nggak pintar. Dia hanya, kecerdasan otak kanannya yang lebih canggih.

So, how come when I reach out my fingers
It seems like more than distance between us

In this California king bed

We’re ten thousand miles apart
I’ve been California wishing on these stars
For your heart for me
My California king

Just when I felt like giving up on us
You turned around and gave me one last touch
That made everything feel better
And even then my eyes got wetter

So confused wanna ask you if you love me
But I don’t wanna seem so weak

Maybe I’ve been California dreaming

-California King Bed: Rihanna-

Dan, hei plasmodi(you)m.
Even if u just come for a while, I thank you.

Le simplement moi

Just read blog-nya @miailahude yaitu http://milkshakecokelat.wordpress.com/
dan tertulis quotte indah ini:

“..there you go, I’m so tired to keep connecting the dots for you.
– Kate Coleman” ~
Orphan, 2010

Bentar, ketawa dulu yah 🙂
Khikhikhi. Atau kalau mau koprol juga boleh.

Akhir-akhir ini kalau ngobrol sama orang yang keren, komentar saya cuma:
1. Wow
2. Keren
3. Whoa
4. Cool
5. Oo
6. Haha
7. Hoo
8. Wow cool

Entah saya semakin garing atau diksi saya kelelep saking stuck-nya aktivitas rutin saya yaitu, kantor-kos-Bandung (rumah), nggak jalan-jalan kemana-mana serta ketemu orang yang itu-itu saja. Dan melihat orang lain growing up sementara masih disini-sini saja. Jadi saya paling banter cuma bisa ber-Oo panjang diulang berkali-kali tanpa malu.

“Kamu kan cheerful, delightful, be-au-ti-ful“, komentar seseorang.
Abaikan kata paling kanan, pay attention to dua kata di depan:
cheerful, delightful.

Membuka kamus online, dan kalau mata silindris saya masih normal untuk melihat meski tanpa kacamata, maka kedua kata tersebut berarti:
1. Cheerful : ceria
2. Delightful : menyenangkan

Am I?

Gangnam style dulu!
*bosen sama koprol, backroll dan handstand*

Maybe I was 🙂
I was that lively, humorous, sanguin girl who will come to a new place and become a sudden spotlight where people could notice who I am, and get to know more people in a moment.

“Ai, lo pendiem banget sih. Ngomong napa. Kalau ada apa-apa itu coba diutarakan. Jangan nga-ngo nga-ngo gitu”, ucap teman di kantor.

Saya gak dianter jemput lagi oleh papah saya, yang notabene selalu nangis kalau beliau telat jemput. Sekarang saya pulang pergi naik kopaja, bersikutan dengan banyak orang, kadang menggelantungkan tangan ke atas, kalau beruntung ya duduk, kesangan dan kadang harus pintar-pintar menghindar dari gejala pelecehan seksual, makannya saya pengen belajar silat lagi kayak jaman SD.

Saya mencuci baju sendiri (kadang) dan sudah mulai (punya keinginan) untuk belajar masak. Berusaha bangun pagi dan berpura-pura beresin kasur padahal hanya merubah posisi tidur dari telentang jadi tengkurep. Dan menyapu kumpulan rambut saya yang bergumul di lantai.

Bagi sebagian orang, mungkin, cih apaan si Ai cemen banget gitu doang ditulis. Tapi buat saya ini bersejarah. Karena saya tahu bagaimana saya sedari kecil hidup enak, kemana-mana di antar, hampir tiap minggu beli baju baru.

Sekarang?
Boro-boro shopping, mau makan juga cari yang harganya 10.000-an.

Le simplement moi
Merasakan derit-derit ban beradu dengan aspal,  sedikit menghirup asap rokok,  dan tergelak dengan kejenakaan metropolitan.

This is the simple me 🙂

Joget Doger Monyet

“Lo tau ngga sih? gyoza ini angetnya suam-suam ketek?”,

“Keteknya siapa?”,

“Ketek lu!”,

“Emang anget suam-suam ketek itu kaya gimana sih?”,

“Aiiiiiiii!”.

😀

Setiap siang, kalau saya boleh me-running program radio lagi. Akan ada slot untuk ngakak bareng deh di tiap lunch time. Ya! waktunya makan siang dan ngakak bareng bersama Muffin dan Ka Ika. Muffin nama kerennya a.k.a mak Fine (jauuuh) dan Ka Ika, partner in crime-nya mak Fine.

Tiap kali makan siang, kalau ada dua orang ini, dijamin siang hari yang panas bakal penuh dengan gelak tawa. Ada saja candaan yang membuat kami semua lupa akan omelan bos. Dari tetek bengek ga penting sampai omongan orang bisa jadi olahan yang bikin rahang pegal.

Namun ada yang beda dengan kemarin. Makan siang tergolong hikmat karena saya datang telat akibat sholat terlebih dahulu. Sementara muffin dan ka Ika sudah bersiap-siap ke Gedung E untuk ngedrop barang jualan (kerudung zalfa).

Ka Ika menjadi penyelamat ketegangan saya dengan, “Fin, beli waffle dulu yuk! tungguin aja si Ai bentar makan. Lagian ini jam berapa sih? masih lama waktu istirahat”.

Saya bener-bener berterimakasih atas muslihat manisnya mencegah muffin bete.

“Makan yang tenang ya dek Ai. Kunyah pakai gigi geraham. Jangan pakai gigi susu”, Ka Ika berpesan.

Daging ayam penyet super pedas itu tidak saya habiskan, pikiran bercabang. Serba tidak enak, saya bergegas menyusul kedua kaka senior saya ini ke lantai atas, tempat warung waffel yang ber-AC. Lalu kami  jalan beriringan ke Gedung PAUDNI.

“Di, lo keluar dong! kita gak dibolehin ke dalem nih sama resepsionisnya. Ada tulisan pedagang dilarang masuk di depan pintu”, tambahnya.

Padahal sama sekali tidak ada larangan tersebut.

Mbak yang dipanggil Di ini akhirnya keluar dan menjemput kami semua ke dalam.

Di dalam, saya yang sedari tadi membawa buntelan berisi 36 warna kerudung zalfa pun langsung menggelar itu dagangan di meja Mbak Di, yang saya dengar meski seangkatan tapi mbak Di ini bendahara atau kepala seksi di Paudni.

“Lo tau gak fin? si Di ini, kalau kita kan lipatan tubuhnya berisi lemak. Kalau dia setiap lekukan itu duit. Makannya badannya benjol-benjol keluar gitu”, kelakar ka Ika.

Sudah jelas kan, bahwa penjual Zalfa ini saya dan Muffin, namun kali ini, di gedung yang baru saya pijaki ini, karena saya masih awam terhadap orang-orang disini saya berperan sebagai, “Dia poinnya masih di bawah saya. Jadi dia yang bawa-bawa barang. Sebetulnya juragannya Ika”, saya manut saja apa kata Muffin.

Saya menggeser kursi di belakang tempat duduk mbak Di dan duduk diam sambil memperhatikan ka Ika berceloteh tentang kerudung yang dijual.

“Di, itu kan tas lo warnanya peach. Lo harus punya kerudung warna peach biar matching sama tas-nya”, ucap ka Ika.

“Mbak, ini kan bajunya warna ungu, nah! ini udah pas kerudungnya warna ungu”, ka Ika mendekati seorang pegawai.

“Tapi saya belum berkerudung mbak, ini pakai baju pendek juga “, jawab wanita yang ditawari tersebut.

“Fin! kemarin manset kita udah jadi belom? tolong kasih liat sama ibu ini”, ucap ka Ika sotoy.

Padahal kami sama sekali belum memproduksi manset.

“Ai, gimana sih ini jualan malah dagangannya di breg-in disini aja?dibukain dong satu-satu diperlihatkan warna-warna biar mbak-nya tau ada warna apa aja”, ka Ika berlagak jadi juragan.

“Mbak yang disana kenapa gak beli? gak suka sama kerudung kita?”, ka Ika berani menegur salah seorang Ibu yang anteng dengan komputernya.

“Ini Ibu-ibu beli kagak tapi komentarnya banyak. Ambil satu!”, ujar ka Ika sok galak.

“Kamu Di, dari tadi bulak balik milih tapi ga nambah-nambah, cuma beli 6? ini nih, warna biru laut itu warna wajib loh Di. Orang tuh harus punya warna ini. Bakal kepakai ini”, ka Ika bermanis-manis mulut.

“Tau gak? kalian itu kalau beli jilbab itu sekalian investasi. Ini warna polos tuh gak pernah mati. Kalau belum berjilbab, beli aja dulu nanti beli bajunya”, ka Ika berusaha untuk menyakinkan calon pembelinya lagi.

“Jadi lo cuma beli 6 biji, Di? okey. setiap pembelian setengah lusin kita ada do’anya. Ayo Ai pimpin doa”, kata ka Ika. Aku bingung.

“Kalau lo beli selusin nanti Ai nyanyi, suara bagus lho, dia penyanyi di kantor. Kalau lo beli dua lusin, nanti Muffin joget doger monyet”, sontak semua tertawa mendengar penawaran dari ka Ika 🙂

Saya sangat senang sekali dan takjub melihat kelihaian ka Ika yang cas cis cus dalam approaching pelanggan 🙂 harus belajar banyak nih dari beliau. Akhirnya, dengan usaha saya senyum-senyum kecut di belakang layar dan Muffin yang membantu menjawab pertanyaan Ibu-ibu akhirnya terjualah 10 kerudung Zalfa. Alhamdulillah.

What a great day with ka Ika and Muffin. Here are this duo gokil: